Hiu Paus? Itu hiu? Atau paus? Atau mungkin hasil kawin silang antara hiu dan paus? 😀 Imaginasi-imaginasi ini pasti muncul dalam benak kalian yang belum pernah dengar tentang hiu paus. Bukan kawan, hiu paus ini adalah spesies ikan terbesar yang masih hidup di dunia. Mereka termasuk jenis hiu, tapi karena ukuran badannya yang sangat besar, bahkan bisa mencapai 10 meter, maka mereka disebut juga sebagai hiu paus.
Melihat hiu paus dengan mata kepala sendiri dan juga berenang bersama hiu paus adalah keinginan besar yang ingin saya wujudkan semenjak masih kuliah di Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan. Kendalanya adalah biaya yang cukup mahal untuk bisa bertandang ke bagan di mana hiu paus sering muncul. Saya menceritakan hal ini kepada teman-teman, saat kami masih di Raja Ampat dan mereka setuju juga untuk pergi ke sana. Akhirnya kami putuskan untuk pergi ke Nabire, Provinsi Papua. Nah dikarenakan kegiatan jalan-jalan ini kami lakukan berkelompok biayanya jadi lebih murah dan juga lebih asik karena banyak teman.
Transportasi ke Nabire, Papua
Kami berangkat ke Nabire dengan kapal. Saat itu kami kehabisan tiket dikarenakan waktu keberangkatan berdekatan dengan perayaan besar tahunan di Kota Manokwari setiap tanggal 5 Februari. Akhirnya kami berhasil naik ke kapal lain dengan tujuan Nabire yang juga singgah di Manokwari, kapal ini penuhnya minta ampun dan lagi banyak orang mabuk dimana-mana. Bahkan sempat ada petugas PELNI dari Pelabuhan Sorong yang sedang dalam pengaruh alkohol mendatangi kami dan marah-marah tanpa alasan. It was so creepy, horor meenn.. Beberapa orang sempat datang dan menolong kami juga saat itu, jadi masalah pun selesai. Kami tidak mendapatkan tempat di dalam kapal akhirnya lesehan lah di luar kapal, ngenes-nya waktu itu hujan di malam hari. Mana dingin, angin kencang, kapal miring kanan miring kiri, basah lagi lantainya. Kalau sudah begini pasti ingat rumah, ada kasur hangat, makanan dan minuman hangat. Tapi seperti kata pepatah ‘Bersusah-susah dahulu, bersenang-senang kemudian‘, meskipun kadang susahnya terus-menerus 😀 dinikmati saja.
Setelah sampai di Manokwari, kapal jauh lebih lapang, ada lebih banyak ruang gerak dan kami mendapatkan tempat di dalam kapal untuk bisa tidur. Paling tidak malam kedua tidak perlu kehujanan lagi. Syukur… Kapal ini juga singgah sebentar di Kota Wasior, kabarnya di sini ada banyak makanan lokal yang lezat di sekitar pelabuhan. Jadi, kami bergantian turun dan mencari kebenaran cerita ‘katanya katanya’ tersebut. Makan malam waktu itu luar biasa nikmatnya, ikan dan ubi-ubian. Kemudian tidur nyenyak setelah makan malam yang lezat, kali ini di atas matras dan tidak kena hujan. Dini hari kami tiba di Pelabuhan Nabire, menyewa mobil dan menuju ke rumah teman untuk menginap. Teman baik saya dulu di masa kuliah 🙂
Menuju ke Kota Nabire
Perjalanan dari pelabuhan ke Kota Nabire cukup panjang dan jauh. Mentari pagi perlahan-lahan mulai menampakkan cahaya dan kami pun memasuki daerah perkotaan Nabire. Tugu patung menyambut kedatangan kami di Kota Nabire dan kami siap untuk menjelajahi beberapa bagian kecil dari kota ini. Perjalanan masih panjang, kami masih harus mencari jasa transportasi dan perlengkapan untuk diving bersama hiu paus. Setelah cari sana-sini akhirnya kami temukan dan setuju untuk dive bersama Kali Lemon Dive Resort. Jadi kami berangkat keesokan paginya. Dengan sedikit waktu yang kami miliki di sore hari, kami jalan berkeliling dan melihat-lihat kota nabire.
Di dekat Pantai Nabire ada banyak penjual buah-buahan, dan kami membeli beberapa hal untuk bekal besok. Beruntungnya di Indonesia, negara kepulauan dengan garis pantai yang begitu panjang. Ada banyak pantai-pantai indah di indonesia, beruntungnya mereka yang bisa hidup dan tinggal di sini karena tidak semua orang punya kesempatan untuk menikmati keindahan pantai tanpa harus terbang berjam-jam.
Nabire ke Kwatisore
Dari Nabire kami harus mencapai Pulau Kwatisore, penjemputan dengan boat oleh resort ini dilakukan dari sebuah desa kecil, yang saya sudah lupa namanya. Kami berangkat pagi-pagi buta dengan mobil pick up sewaan. Sedikit dingin pagi itu, pagi kedua di Nabire. Pagi-pagi buta kami sudah berada di atas pick up, sedikit kedinginan, terdiam bisu menikmati indahnya perjalanan, sampai sang hujan datang lagi. Pagi hari, kehujanan di belakang pick up, arrghhh ya… Seakan tak ada habisnya, kami nyasar dengan mobil ini soalnya sang supir tidak tahu dengan pasti di mana letak desa tersebut. Kami tidak bisa menanyakan nama desa dimana titik penjemputan berada ke orang yang memiliki informasi, dikarenakan tidak ada sinyal telepon di tempat ini. Dan kami pun berhenti saat tidak bisa melanjutkan perjalanan yang disebabkan oleh jembatan yang masih dalam proses rekonstruksi.
Ternyata kami sudah mengendara terlalu jauh dan harus kembali sekitar 15-30 menit berkendara. Namun pada akhirnya kami sampai ke titik penjemputan menemui boat yang sudah menanti. Hujan datang kembali dan ombak begitu besar, awan menutup langit, mengurangi harapan kami untuk bisa bertemu dengan hiu paus. Kami sampai di Kali Lemon Dive Resort dan disambut sarapan hangat sebelum kami akhirnya menuju ke bagan di mana hiu paus biasanya bermain.
Bagan Ikan Taman Bermain Hiu Paus
Kami kemudian mempersiapkan peralatan selam dan menuju ke salah satu bagan di mana sering ditemui sang hiu paus atau yang disebut masyarakat setempat sebagai Gorano Bintang atau Hiu Bintang. Adrenalin memacu detak jantung, yang membuat suaranya seakan-akan memecah langit. Senang, gugup, takut bercampur jadi satu. Apakah kami akan bisa melihat salah satu dari sang legenda ikan terbesar ini? Saat kami sampai dan memarkir perahu di sekitar bagan, ikan-ikan kecil yang dijadikan umpan sudah siap dan… sebuah bayangan gelap dengan titik-titik putih perlahan berenang melewati perahu kami dan haapppp.. mulut besar itu terbuka lebar menyedot ikan umpan yang dilemparkan ke permukaan laut.
Perasaan yang tidak bisa digambarkan dengan kata-kata menyergap seluruh tubuh, sedikit takut dan gembira, seakan-akan ingin mengurungkan niat untuk menyelam. Sangat besar si hiu paus ini, saya kemudian mengerti mengapa mereka dinamai sebagai hiu paus. Suntikan adrenalin memacu dalam darah, menguasai, dan tentu saja perasaan bahagia muncul mengikuti kegelisahan. Kami mulai dengan snorkeling di sekitar hiu paus dan kami melihat seekor lagi yang datang dan melahap umpan yang diberikan.
Menyelam Bersama Hiu Paus
Akhirnya kami bersiap dan satu per satu turun ke laut dengan SCUBA yang telah disiapkan. Peraturannya hanya satu, harus terus mengawasi di kedalaman berapa kami berada. Saya tidak bisa melihat dimana dasar laut berada, kabarnya di sekitar bagan ini kedalamannya mencapai 50-60 meter bahkan lebih. Sang pemandu selam menyelam bersama kami untuk mengawasi para penyelam, arus di sekitar bagan ini sedikit tricky dan kami bisa saja tiba-tiba hanyut dan membentur bagian bawah bagan. Sedikit susah untuk menyelam di lautan yang biru tanpa indikator di sekitar kita, terumbu atau hal lainnya sehingga kita bisa mengetahui dan memonitor keberadaan dalam air tanpa harus melihat indikator penunjuk kedalaman. Contohnya saya bisa tiba-tiba saja berada 10 meter lebih dalam (sebenarnya kurang objektif kalau contoh yang dipakai itu saya 😀 luar biasa clumsy)
Hiu paus, checked… Satu lagi tanda centang untuk daftar hal-hal yang ingin saya lihat selagi masih ada kesempatan dalam hidup untuk melihatnya. Rasanya indah sekali bisa memandang si anggun ini dalam habitatnya, sungguh luar biasa karya ciptaan Tuhan. Semakin banyak saya menjelajah, semakin saya sadar bahwa saya hanyalah bagian kecil dari karya ciptaan-Nya yang begitu beragam dan luar biasa indahnya. Apalagi waktu sang hiu berenang angkuh di depan saya.. Serrr, darah rasanya seperti turun ke kaki, besarnyaaa…
Tentang Hiu Paus
Kita tidak perlu takut dengan jenis hiu ini, mereka adalah filter feeder yang artinya cara makannya adalah dengan cara menyaring. Hiu paus adalah salah satu jenis dari 3 jenis hiu dengan tipe makan penyaring, yang dimakan biasanya berupa plankton, telur ikan, larva kepiting sampai ikan-ikan berukuran kecil. Jadi bagaimana mereka menyaring makanannya? Mulut hiu ini dibuka lebar dan mereka berenang maju sehingga air masuk ke bagian dalam mulutnya, atau juga dengan cara makan aktif (active suction feeding) dimana mereka membuka lebar dan menutup mulutnya, mengisap masuk sejumlah air yang kemudian dikeluarkan melalui insang. Pada kedua cara makan ini bagian tubuh ikan yang disebut sebagai filter pads bertugas untuk memisahkan makanan dari air yang disedot tadi.
Setelah kami puas menyelam dan foto-foto bersama si gorano bintang, kami memutuskan untuk fun dive di tempat lain, salah satu titik selam di sekitaran Pulau Kwatisore. Selanjutnya kami kembali ke daratan besar dan berkendara kembali ke Nabire, esok paginya kami berlayar meninggalkan kota Nabire menuju tempat jalan-jalan berikutnya.
Setelah semua ketidaknyamanan yang saya rasakan untuk mencapai sesuatu, tentu saja setelah tercapai, pencapaian itu malah terasa semakin indah. Kalau punya mimpi trus ada cobaan sedikit saja, jangan mudah menyerah. Terus jalani meskipun susah dan banyak halangan. Jalan-jalan yang susah seperti ini justru sangat saya sukai, karena dengan begitu saya bisa tetap menghargai nyamannya rumah. Dan nyaman itu tidak harus mewah juga, rumah besar dengan 3 kolam renang belum tentu nyaman (buat saya mah horor rumah sebesar itu, hahaa). Hal penting lainnya juga bagaimana cara kita untuk menikmati ketidaknyamanan itu. Tidak perlu mengeluh, toh hidup memang seperti itu dimana saja pasti ada tidak nyamannya, jadi mudahnya ya dinikmati saja. Selamat menikmati ketidaknyamanan hidup! Salam dari saya dan ikan-ikan umpan yang tak nyaman di dekat hiu paus ini 😀