Setelah cerita Biak mengenai sejarahnya sebagai medan pertempuran di jaman perjuangan dulu, kali ini ceritanya mengenai indahnya warna laut (atau telaga, atau teman-teman lainnya yang berwarna biru 😀 ) di Pulau Biak. Tidak perlu takut mengunjungi Biak, mungkin setelah cerita sebelumnya mengenai Biak kalian malah jadi membayangkan sebuah pulau berhantu yang penuh peninggalan perang. Tidak juga, malah ada banyak tempat-tempat yang musti dikunjungi lantaran keindahannya yang memukau.
Kota Biak juga dikenal dengan nama Kota Karang Panas, yang sebenarnya tidak begitu panas juga sih suhunya di siang hari. Kotanya sangat bersih dan rapi ketika saya berkunjung ke sana. Nah berikut ini adalah beberapa tempat yang telah saya kunjungi.
1. Pantai Batu Pica, Biak Utara
Sebenarnya kata ‘pica’ ini adalah slang alias ucapan populer di Papua untuk kata ‘pecah’. Jadi nama pantai ini bisa dipahami kira-kira sebagai “batu pecah”. Sebelum ke sana, saya sempat berselancar di internet dan melihat-lihat foto lokasi tujuan. Letaknya tidak begitu jauh dari Kota Biak dan tentu saja pantai ini sangat populer di media-media sosial. Apa yang spesial dari pantai ini? Katanya (bukan kataku), di pantai ini ombaknya bisa mencapai 15 meter-an, waaw pasti keren tuh ya. Perjalanan dari Biak dengan sepeda motor cukup melelahkan dikarenakan kurangnya jam istirahat dan saya pun masih kelelahan dari nyasar-nyasar di hari sebelumnya. Alhasil kami istirahat sebentar di pinggir pantai, jeprat-jepret kamera dan kemudian kembali memacu gas menuju tujuan.
Tidak ada papan nama atau penunjuk jalan yang menjadi pemandu jalan, namun setelah tanya sana-sini akhirnya kami temukan juga. Pantai batu pica ini berada di tanjung yang disebut Tanjung Saruri di Kampung Sor, Biak Utara. Akhirnya kami mampir sebentar dan berharap bisa menyaksikan ombak yang pecah dan mencapai ketinggian 15 meter ini.
Ternyata pantai ini adalah pantai yang sebagian besar tepiannya berupa karang. Bentuk karang di salah satu titik yang disebut sebagai batu pica ini menyerupai sebuah panggung pentas atau seperti tebing rendah yang karena bentuknya tersebut, ombak yang datang dari laut terhalang dan akhirnya pecah di bebatuan karang. Oleh karena itu, ombak yang pecah ini bisa mencapai ketinggian 15 meter terutama pada saat air pasang tinggi. Kemungkinan itulah alasan mengapa tempat ini dinamai sebagai batu pica, ombak dari laut dipecah oleh bebatuan karang di tepi pantai.
Sayangnya, waktu kedatangan saya ke sana tidak bertepatan dengan waktu pasang air laut, akhirnya saya hanya melihat ombak kecil yang pecah di panggung pementasan berupa batu karang ini. Pantai ini masih memiliki nama alias lainnya yaitu Pantai Batu Gong, kemungkinan dinamakan demikian dikarenakan suara ombak yang pecah menyerupai bunyi gong. Meskipun saya belum sempat menyaksikan ombak 15 meter tersebut saya tetap terperangah dengan keindahan dan birunya air laut di pulau ini.
2. Air Terjun Warsa (Wafsarak), Biak Utara
Kehidupan itu seperti air terjun, selalu mengalir dan alirannya selalu saja tidak rata – SooHoo
Teringat kutipan tersebut waktu sampai di Air Terjun Warsa di Distrik Warsa, Biak Utara. Perjalanan yang kami lewati pun tidak mudah dan tidak rata, tapi akhirnya kami bisa sampai ke destinasi populer yang cukup terkenal dari Pulau Biak. Hijau biru air dengan suara mengucur deras di bebatuan, serta semburat senyum malu anak-anak menyambut kedatangan kami.
Destinasi ini lebih jauh dari Batu Pica, sekitar 15 menit berkendara dan letaknya tidak begitu jauh dari jalan raya. Sesampainya di sana, anak-anak di sekitar sedang bermain, berenang dan lompat dari puncak air terjun. Padahal air terjun ini cukup tinggi, tapi dengan berani dan bangganya mereka memamerkan keahlian cliff diving yang dipelajari secara otodidak. Bahkan seorang anak berayun di bebatuan dengan semacam akar gantung dari tanaman rambat di pohon dekat air terjun.
Dengan riangnya mereka menikmati waktu bermain di tempat yang sangat indah. Kami kemudian berenang dengan teman-teman baru, airnya lumayan dingin tapi menyegarkan di saat suhu udara panas seperti saat itu. Bahkan lompat tebing pertama saya lakukan di sini, dibimbing pelatih cilik setempat. Adrenalin berpacu cepat, semakin dipikir semakin tinggi rasanya, tapi pada akhirnya saya berhasil. Kenangan yang akan melekat cukup lama dalam ingatan, kepolosan dan ketulusan anak-anak ini sangat mengharukan. Beberapa jam kami habiskan di sini, tanpa sadar kami sudah tidak punya banyak waktu untuk tinggal. Dengan enggan kami kembali ke Biak dan mengejar kapal yang akan membawa kami pulang.
3. Pantai Samares, Biak Timur
Mungkin nama ini terdengar familier untuk kalian, letaknya sangat dekat dengan telaga yang cukup terkenal di media sosial dan dunia maya “Telaga Biru Samares” yang kabarnya merupakan telaga paling biru se-Indonesia. Perjalanan menuju tempat ini sangatlah tidak mudah, jalanan yang harus dilewati pada saat itu belum beraspal dan hanya berupa hamparan batu kapur yang tergerus air hujan sehingga sangat tidak rata dan berbahaya jika saja salah memilih jalur untuk dilewati. Saat itu kami buta jalan, tidak tahu di mana letaknya, namun dengan bantuan teknologi dan peta kami sampai di desa Samares, Biak Timur dan bertanya kepada masyarakat setempat di mana letak telaga biru tersebut (lihat di sini untuk peta Samares).
Dengan baik hati kami diantar oleh seorang pemuda setempat. Jalannya sedikit menakutkan karena kami hanya berkendara menembus hutan belantara yang tidak ada ujungnya, mereka menawarkan untuk mengendarai motor kami dan kami bisa hanya menjadi penumpang. Hal ini cukup lumrah dikarenakan jalanannya terbilang sangat ekstrim, namun dengan alasan yang terbilang cukup masuk akal (ingin mengecap derita perjalanan agar lebih indah saat sampai di tujuan) kami menolak bantuan mereka. Setelah jauh berkendara kami harus berhenti dan meneruskan perjalanan selanjutnya dengan berjalan kaki. Lumayan jauh kami berjalan kaki, saya sudah sangat lelah hari itu tapi jerih payah kami benar-benar terbayar dengan pemandangan indah Pantai Samares yang sangat bersih tanpa sampah.
4. Telaga Biru Samares, Biak Timur
Ini dia telaga yang sangat hits di dunia maya dikarenakan airnya yang sangat biru. Setelah berjalan melewati Pantai Samares dan perjalanan beberapa menit melalui hutan tropis yang lumayan masih lebat, terlihat di kejauhan semburat warna biru di antara hijaunya dedaunan hutan. Wah, rasa lelah perjalanan tiba-tiba saja hilang, derap langkah kami pacu lebih cepat untuk bisa sesegera mungkin mencapai laguna biru yang sangat terkenal dari Pulau Biak ini. Kabarnya telaga ini merupakan telaga paling biru se-Indonesia, letaknya yang cukup terpencil mengakibatkan tidak begitu banyaknya turis yang datang ke sini.
Awalnya saya pikir tidak ada banyak orang di sini, wah ternyata saat sampai ada begitu banyak turis setempat dari Kota Biak. Tampaknya pada saat itu, telaga tersebut menjadi sangat terkenal di antara warga Kota Karang Panas. Airnya sangat jernih dan dingin, kabarnya sih ada saluran yang menghubungkan telaga ini ke laut. Namun sepengetahuan saya sampai saat ini belum ada penjelajahan yang telah dilakukan oleh para penyelam untuk memastikan kebenaran kabar tersebut. Berikut ini adalah beberapa foto dari Telaga Biru Samares.
Sunset di Kota Biak
Selain biru-biru indahnya Kota Biak, jingga langit penjemput malam di kota ini pun tidak kalah indahnya. Setelah perjalanan panjang kami di siang hari, sore harinya kami sempat-sempatkan untuk menikmati indahnya langit Biak di saat matahari terbenam. Berikut ini sunset kota biak dalam bingkai.
Sebenarnya masih ada begitu banyak keindahan Pulau Biak dan kepulauan di sekitarnya yang menunggu untuk diarungi, namun pada saat itu waktu sangat membatasi sepak terjang kami. Semoga suatu saat bisa kembali lagi, persis seperti nama kota ini Bila Ingat Akan Kembali, ya Biak.. Adakah saran pembaca sekalian, ke mana saya harus pergi saat kembali ke sini?